Selasa, 19 Juni 2012

SEKILAS PEMERIKSAAN PERPAJAKAN



Pemeriksaan pajak merupakan bagian tak terpisahkan (built-in) dengan sistem self assessment yang dianut dalam sistem perpajakan kita. Pemeriksaan pajak dilakukan dalam rangka pengawasan (control) kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tanpapengawasan, Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya cenderung menurunkan omset atau laba bersih.

Menurut sistem self assessment, Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib :
  • mendaftar diri ke KPP untuk mendapatkan NPWP sesuai tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak tersebut.
  • Menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang.
  • Menyetor sendiri pajak yang terutang ke bank persepsi.
  • Melaporkan kegiatan usaha melalui media Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, jelas dan ditandatangan.
Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.

Banyak pakar perpajakan berpendapat bahwa tidak ada Wajib Pajak yang dengan sukarela membayar pajak. Hal ini saya amini karena saya sendiri terasa berat untuk membayar pajak. Padahal saya setiap hari “ngurus” pajak orang lain. Dan saya yakin para pengusaha yang setiap hari berjuang mengumpulkan rupiah merasa lebih berat lagi untuk bayar pajak. Disinilah perlunya pengawasan atas pemenuhan kewajiban perpajakan.

Salah satu penyebab beratnya bayar pajak karena tidak ada balasan atau imbalah langsung dari Negara. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengantidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat [ Pasal 1 angka 1 UU KUP ]. Sudah maksa, tidak ada imbalan pula. Walaupun manfaatnya dapat kita rasakan dan lihat berupa public goods, seperti: jalan raya, jembatan, irigasi, sekolah gratis, puskesmas dan rumah sakit pemerintah, peralatan militer, TNI, kepolisian, kejaksaan, peradilan, dan semua penyelenggaraan negara termasuk pelayanan pemerintahan dibayar dari uang pajak. Apalagi dilihat dari sisi teori, semua utang akan dilunasi dari pajak juga.

Fungsi pemeriksaan pajak supaya Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya dengan benar. Benar karena Wajib Pajak melaporkan kegiatan usahanya sesuai keadaan sebenarnya. Tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang disembunyikan dan terbuka. Benar karena Wajib Pajak telah menghitung pajak terutang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.



Dalam bahasa undang-undang, pemeriksaan pajak berfungsi untuk mengawasi kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.  Pelaksanaan pemeriksaan pajak dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan menelusuri kebenaran Surat Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibandingkan dengan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya dari Wajib Pajak. Selain itu, pemeriksaan dapat juga dilakukan untuk tujuan lain, di yaitu:

a.      pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;
b.      penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak;
c.       pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
d.      Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e.      pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
f.        pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g.      penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h.      penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i.        pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j.        penentuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan; dan/atau
k.       pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda



Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 :
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.


Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 :
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak harus dilakukan  dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.

Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007 :
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak.
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;
b.  menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
c. tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran;
d. melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
e.  menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pertanyaan yang paling banyak disampaikan oleh Wajib Pajak saat pemeriksa pajak datang adalah "kenapa saya diperiksa?". Hanya sedikit Wajib Pajak yang menyambut kedatangan pemeriksa pajak dengan senyuman hangat dan tulus. Pada umumnya karena ketidaksiapan diperiksa, ada keengganan untuk menerima pemeriksa pajak. Ada kengganan diperiksa oleh pemeriksa pajak. Tetapi tidak demikian dengan Wajib Pajak yang meminta kelebihan pembayaran pajak (restitusi). Pada umumnya, saat Wajib Pajak membuat SPT dan ternyata pembayaran pajaknya lebih besar daripada yang seharusnya maka Wajib Pajak sudah sadar akan diperiksa. Sehingga banyak yang sudah menyiapkan dokumen dan pembukuan yang akan disampaikan ke pemeriksa pajak. Bahkan ada pula yang menunggu-nunggu pemeriksa datang.

Kenapa Wajib Pajak diperiksa padahal tidak meminta restitusi? Jawabannya ada diPasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007. Alasan yang terakhir, yaitu huruf e diatas,  biasa disebut Pemeriksaan Khusus atau pemsus.  Berikut pembagiannya:


Pemsus bottom up berasal dari petugas AR di KPP setelah melakukan prosedur konseling sebagaimana diatur di PER-170/PJ/2007. Tentu saja petugas AR tidak bolehujug-ujug mengusulkan pemeriksaan sebelum dia melakukan himbauan dan konseling. Jika hasil konseling Wajib Pajak dan petugas AR sepakat berbeda pendapat (keukeuhpada pendapat masing-masing) maka AR dapat mengajukan analisis risiko kepada Tim Pembahas Analisis Risiko.  Tim ini terdiri dari Kasi Waskon yang bukan atasan AR pengusul, Kasi Pemeriksaan, dan seorang fungsional pemeriksa pajak.  Jika Tim Pembahas Analisis Risiko setuju untuk dilakukan pemeriksaan, maka KPP akan mengirim usulan pemeriksaan khusus ke Kanwil. Sedangkan Pemsus top-downberdasarkan analisis IDLP oleh Kanwil dan Dit. Inteldik mengikuti aturan PER-38/PJ/2010 tentang tata cara pelaksanaan pengembangan dan analisis IDLP. Atau berdasarkan analisis risiko yang dibuat Dit. P2 baik secara manual maupun komputerisasi.

Setelah diterima oleh Kanwil, usulan pemeriksaan khusus dari KPP dilakukan penelitian. Kanwil harus memastikan hal-hal seperti:
[a.] persyaratan formal diantaranya risalah pembahasan analisis risiko dan meyakinkan telah dilakukan prosedur himbauan dan konseling;
[b.] evaluasi potensi pajak;
[c.] tunggakan pemeriksaan
[d.] historis pemeriksaan

Jika Kanwil setuju atas usul pemeriksaan khusus tersebut, maka akan terbit persetujuan dan dibuatkan LP2.  Setelah LP2 diterima oleh KPP, maka akan ditunjuk supervisor yang akan melakukan pemeriksaan dan supervisor wajib membuat rencana pemeriksaan (audit plan) sebagaimana diatur SE-126/PJ/2010. Salah satu poin dalam rencana pemeriksaan yang harus ditentukan oleh supervisor setelah mempelajari berkas Wajib Pajak adalah menentukan kapan pemeriksaan dapat diselesaikan dan pos-pos SPT yang akan diperiksa. Tanggal penyelesaian pemeriksaan seharusnya selaras dengan pos-pos yang akan diperiksa. Dengan rencana pemeriksaan, tim pemeriksa pajak sebenarnya tidak perlu memeriksa semua pos-pos SPT. Tetapi hanya memeriksa pos-pos tertentu yang dianggap memiliki resiko ketidakpatuhan berdasarkan analisis data dan identifikasi masalah. Disini termasuk wilayah kewenangan dan profesionalisme supervisor. Jika menurut profesionalisme supervisor hanya sedikit pos SPT yang akan diperiksa maka jangka waktu pemeriksaan atau tanggal selesai pemeriksaan bisa lebih cepat. Termasuk pertimbangan supervisor untuk menentukan tanggal selesai pemeriksaan adalah tunggakan pemeriksaan tim pemeriksa pajak.

Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2011
Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggalsurat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

Pasal 5 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2011
Dengan alasan tertentu, jangka waktu Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan.

Dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2011, jangka waktu pemeriksaan menjadi sangat penting dan pasti. Walaupun mungkin saja pada prakteknya sebagian besar pemeriksaan akan diperpanjang tetapi sebelum 4 bulan berakhir, maka Wajib Pajak harus menerima pemberitahuan perpanjangan pemeriksaan. Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan juga tidak otomatis karena kepala KPP selaku kepala UP2 bisa menolak memberikan perpanjangan. Bahkan jika permohonan perpanjangan yang dibuat oleh pemeriksa pajak sudah lewat 4 bulan maka permohonan tersebut wajib ditolak! Salah satu "alasan tertentu" adalah pertimbangan kepala UP2. Apa saja pertimbangannya, sepenuhnya diserahkan kepada kepala UP2. Mungkin saja pertimbangan kepala UP2 adalah rencana pemeriksaan (audit plan) yang sudah disusun dan tidak dirubah oleh tim pemeriksa. Jadi, membuat audit plan jangan asal jadi karena bisa ditagih oleh kepala kantor.

Jangka waktu pemeriksaan paling lama 8 bulan setelah diperpanjang satu kali! Ketentuan ini berlaku baik bagi pemeriksaan khusus maupun pemeriksaan rutin SPT lebih bayar. Tetpai tidak berlaku jika dalam proses pemeriksaan, pemeriksa pajak menemukan transaksi transfer pricing. Kenapa pemeriksaan transfer pricing bisa sampai 24 bulan? Salah satu kemungkinannya karena menunggu jawaban konfirmasi dari negara treaty partner.






Jangka waktu pemeriksaan yang 4 bulan dimulai dari kedatangan pemeriksa pajak yang disertai surat pemberitahuan. Untuk wajib pajak yang belum pernah diperiksa, diingatkan untuk menggunakan hak-hak Wajib Pajak pada saat pemeriksaan. Inilah hak Wajib Pajak yang diatur di PMK:
Pada saat pertama kali datang, hari pertama dimulainya pemeriksaan, pemeriksa pajak wajib menjelaskan:
  • alasan dan tujuan pemeriksaan;
  • hak dan kewajiban Wajib Pajak selama pemeriksaan;
  • hak Wajib Pajak untuk mengajukan permohonan dilakukan pembahasan oleh tim quality assurance dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak.
  • menyampaikan dan menjelaskan Formulir Kuesioner

Selain itu, pada hari pertama dimulainya pemeriksaan, pemeriksa pajak juga wajib membuat Berita Acara Pertemuan Dengan Wajib Pajak sebagai dokumentasi telah dilakukannya pertemuan dengan Wajib Pajak saat itu. Berita acara tersebut seharusnya bisa menggambarkan apa yang dilakukan oleh pemeriksa pajak kepada Wajib Pajak. 

Dari sisi pemeriksa pajak, hal terpenting pada saat pertama kali datang ke kantor, tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak adalah Wajib Pajak memberikan kesempatan pemeriksa pajak untuk  memasuki tempat / ruang (dimana saja), mengakses dan/atau mengunduh data elektronik, memperlihatkan dan meminjamkan dokumen yang digunakan oleh Wajib Pajak. Dokumen yang dapat dipinjam oleh pemeriksa pajak adalah semua jenis dokumen yang terkait atau berhubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak. Tidak terbatas pada dokumen akuntansi atau pembukuan. Sebenarnya ini merupakan kewajiban Wajib Pajak yang sudah diatur di UU KUP. 

Pada saat pertama kali, pemeriksa pajak harus mendapatkan fakta lapangan tentang Wajib Pajak, seperti:
*** apa saja usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak (bisa jadi tidak satu jenis usaha);
*** siapa pegawai atau orang yang paling berpengaruh (bisa jadi pengendali usaha tidak tercantum dalam struktur manajemen secara formal);
*** bagaimana proses bisnis sejak bahan baku datang, proses produksi, barang jadi, dan barang dijual;
*** dimana gudang usaha Wajib Pajak (baik gudang barang dagangan atau barang jadi maupun gudang berkas);
*** arus dokumen setiap bagian perusahaan baik dokumen yang berasal dari eksternal (terutama pelanggan dan pemasok), dokumen internal perusahaan, maupun dokumen untuk eksternal. Sering kali Wajib Pajak sudah mempersiapkan buku besar dan laporan keuangan yang "khusus pajak". Padahal dokumen lain yang "sebenarnya" diproduksi di kantor itu juga tetapi hanya untuk keperluan si pengendali usaha sehingga disembunyikan.

Setelah mendapatkan dokumen apa saja yang ada di Wajib Pajak maka saat itu juga pemeriksa pajak harus meminta dokumen tersebut. Tentu saja tidak semua dokumen harus diangkut ke kantor pajak! Sesuai rencana pemeriksaan (audit plan) pos-pos tertentu saja yang diuji. Artinya dokumen yang terkait pos tersebut saja yang harus diambil. Kewajiban Wajib Pajak diatur di Pasal 29 ayat (3) UU KUP dan secara lengkap diatur di Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan No. 199/PMK.03/2007:
a.            memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b.            memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c.             memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada Pemeriksa Pajak;
d.            memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:
1)            menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
2)            memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
3)            menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
e.    menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; dan
f.     memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.

Diantara kewajiban Wajib Pajak yang tidak masuk "daftar" diatas adalah memberikan dokumen paling lambat satu bulan. Hal ini diatur di Pasal 29 ayat (3a) UU KUP. Aturan ini bukan berarti setiap peminjaman dokumen harus dengan jangka waktu satu bulan. Pemeriksa tidak harus menunggu kiriman dokumen dari Wajib Pajak. Jika pemeriksaan lapangan, maka akan lebih baik jika pemeriksa pajak mencari sendiri dan langsung meminjam saat itu juga. Tentu pemeriksa pajak harus membuat Bukti Peminjaman Dokumen. Jika sudah ditemukan di tempat Wajib Pajak, maka pemeriksa tidak perlu membuat Surat Permintaan Peminjaman Dokumen. Surat terakhir hanya digunakan dalam hal belum ditemukan saat pemeriksaan lapangan. Selain itu, Surat Permintaan Peminjaman Dokumen harus menyebutkan dokumen yang ada dan digunakan Wajib Pajak. Karena itu, sebelum membuat Surat Permintaan Peminjaman Dokumen, penting untuk diketahui dokumen apa saja yang ada dan "diproduksi" Wajib Pajak.


0 komentar:

Posting Komentar